Kenapa Selebriti Lebih Rentan Depresi dan Bunuh Diri?
Berita duka datang dari Desainer kondang Kate Spade yang
rela mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.
Kate ditemukan gantung diri di apartemennya di kawasan
Manhattan, Amerika Serikat Selasa (5/6/2018), Meninggalnya Kate Spade tentu
menimbulkan tanda tanya besar.
Kariernya sebagai desainer ternama membuat nama Kate Spade
tak diragukan lagi di panggung Hollywood. Hal itu setidaknya bisa dilihat dari
banyaknya pelanggan jasa desain Kate yang berasal dari kalangan selebritas.
Walaupun rasanya tidak masuk akal, tetap ada penjelasan
kenapa yang kaya dan terkenal tetap terserang depresi.
Dr. Vivencio (Ven) Ballano selaku profesor sosiologi dari
Polytechnic University of the Philippines mengatakan jika terkadang menjadi
terkenal memiliki ikatan komunal yang lemah dengan lingkaran teman dan
kerabatnya sendiri.
Seiring dengan bertambahnya popularitas seseorang, ia pun
akan kehilangan kerahasiaan dan kemampuannya untuk bergaul dan berinteraksi
dengan orang biasa, yang mengakibatkan isolasi sosial semakin meningkat.
“Orang yang populer biasanya ditempatkan tersendiri oleh
pengikut dan penggemar dengan bantuan media sosial dan digital yang memberikan
status selebriti kepadanya,” tukas Dr. Vivencio seperti dilansir dari
metrotvnews.com, Selasa (25/7/2017).
Dr. Vivencio melanjutkan, interaksi sosialnya menjadi
terbatas. Dan orang tersebut pun membatasi mobilitasnya.
“Orang terkenal tidak bisa bergerak tanpa dikerumuni oleh
fans,” ujar ucap Dr. Vivencio.
Dengan demikian, kecenderungan orang yang ternama tersebut
lebih suka berinteraksi terutama dengan orang-orang yang memiliki posisi sosial
yang sama-entah itu sama strata sosialnya, berkuasa, namun tidak dengan orang
biasa.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan hampir 800.000 orang
yang bunuh diri setiap tahun. Dari total angka tersebut, tidak sedikit yang
berprofesi sebagai selebriti atau pekerja seni. Ambil contoh komedian Robin
Williams, vokalis band Linkin Park Chester Bennington, novelis klasik Sylvia
Plath, hingga pelukis kenamaan dunia Vincent van Gogh. Sebenarnya, apa yang
menjadi penyebab di balik fenomena banyak artis bunuh diri?
Kenapa begitu banyak artis bunuh diri?
Setiap aksi bunuh diri adalah kasus yang unik, dan tidak ada
yang benar-benar tahu pasti apa yang jadi alasan utama di baliknya — bahkan
para ahli sekalipun. Ada banyak hal yang bisa mendorong seseorang untuk
mengakhiri hidupnya sendiri, dan ini bisa berbeda antar satu orang dengan yang
lain. Bagaimana dengan selebriti dan seniman dunia?
1. Depresi
Bagi sebagian besar kasus, dorongan untuk bunuh diri
dilatarbelakangi oleh gangguan jiwa kronis yang tidak terobati. Lebih dari 90
persen orang yang bunuh diri sebelumnya sudah memiliki gangguan mental, entah
itu depresi, gangguan bipolar, atau diagnosis lainnya. Beberapa penelitian
bahkan menunjukkan bahwa orang sukses non-artis setaraf CEO berisiko dua kali
lipat lebih tinggi untuk mengalami depresi daripada masyarakat umum.
Misalnya saja kasus bunuh diri Chester Bennington dan Chris
Cornell. Kedua pemusik tersohor ini sebetulnya sudah sejak lama berjibaku
dengan gangguan mental yang telah menggerogoti keduanya selama bertahun-tahun.
Chester Bennington diketahui berjuang dengan depresi, sementara Chris Cornell
mengidap gangguan kecemasan.
Dikupas lebih mendalam lagi, kemunculan gangguan jiwa bisa
berakar dari banyak hal yang berbeda. Depresi bisa dipicu oleh trauma masa
kecil, kurang tidur karena tur, hingga tuntutan pekerjaan untuk bisa terus
menghasilkan karya sempurna setiap waktu.
2. Pengaruh media massa
Paparan media massa terhadap citra diri dan ketenarannya
lambat laun bisa memicu seseorang yang sukses dan terkenal untuk mengalami
stres berat dan depresi. Misalnya dari gosip dan berita hoax, serta banjir
komentar negatif dari warganet.
Berita-berita media massa tentang kesuksesannya juga bisa
membuat mereka terus-menerus membandingkan diri sendiri dengan orang lain yang
terlihat lebih sukses atau terkenal. Lambat laun, tekanan berat ini bisa
menggerogoti kesehatan mentalnya.
Kecenderungan depresi atau penyakit mental lainnya yang
berakhir pada tindak bunuh diri juga bisa berakar dari ketenaran instan yang
mereka dapat. Stres berat untuk berusaha memenuhi ekspektasi muluk-muluk dan
super tinggi dari orang-orang sekitar agar tidak mengecewakan fans dapat memupuk
gejala depresi.
Terkadang saat Anda sudah mencapai puncak tertinggi dari
kesuksesan karir, depresi bisa menjadi jangkar yang membuat Anda terpuruk
hingga ke dasar paling dalam dan tergelap dalam hidup karena Anda terus-terusan
dibombardir dengan permintaan dan harapan orang lain untuk meningkatkan
kualitas karya Anda atau harus menjadi lebih baik lagi.
Selain itu, paparan media massa yang memberitakan kasus
bunuh diri yang seakan tak ada hentinya juga bisa memicu orang yang sudah
rentan bunuh diri untuk nekat menjalani aksinya. Misalnya, lagi-lagi aksi bunuh
diri dua sahabat dekat Chester Bennington dan Chris Cornell. Kematian Cornell
dipercaya kuat memengaruhi Chester untuk ikut mengakhiri hidupnya dengan cara
yang sama persis: gantung diri.
3. Miras dan alkohol
Gaya hidup glamor di kalangan papan atas yang rentan
pengaruh minuman keras dan narkoba bisa memicu risiko depresi dan bunuh diri.
Miras dan narkoba dapat menyebabkan kecanduan jika terus dikonsumsi berlebihan
dalam jangka panjang. Kecanduan itu sendiri bisa berangkat dari awalnya
coba-coba yang kemudian dijadikan pelarian saat menghadapi tuntutan pekerjaan
yang mahaberat.
Meski begitu, kebanyakan kasus ketergantungan miras dan
narkoba ternyata lebih dulu diawali oleh depresi. Hampir sepertiga orang yang
lebih dulu memiliki depresi berat kemudian baru mengembangkan masalah
ketergantungan alkohol. Bahkan sejumlah penelitian melaporkan bahwa remaja yang
mengalami depresi berat bisa dua kali lebih rentan untuk mulai minum-minum
miras, ketimbang remaja yang tidak menderita depresi.
Sebuah penelitian dari Cornell University Medical College di
New York melaporkan bahwa lebih dari lima puluh persen dari total kasus bunuh
diri di dunia terkait dengan kecanduan minuman keras dan obat-obatan terlarang.
Risiko percobaan bunuh diri bahkan diketahui 120 kali lebih tinggi dialami oleh
orang dewasa yang kecanduan miras daripada orang dewasa yang tidak.
Jika seseorang yang sudah menderita depresi terbiasa minum
alkohol, gejala depresinya bisa makin memburuk sehingga cenderung berpikiran
untuk bunuh diri. Terlebih, efek memabukkan alkohol bisa membuat orang
bertindak nekat tanpa pikir panjang. Ini pemikiran bunuh diri yang sudah
menghantui sebelumnya semakin menjadi-jadi dan dibuat nyata setelah “dibantu” dengan
pengaruh minuman keras.
4. Stigma negatif dari profesi itu sendiri
Profesi sebagai selebriti maupun pekerja seni adalah sebuah
ironi. Anda bisa saja dikerumuni oleh banyak orang, mulai dari staf, pengawal
pribadi, hingga fans yang membludak tapi tetap merasa sendirian dan kesepian.
Selebriti pada umumnya harus terus-terusan “jaga image” dan
menyimpan sendiri kegundahan atau kesedihannya agar tidak terlihat lemah. Ini
bisa membuat Anda sulit untuk mengungkapkan emosi ketika harus menghadapi
beratnya tekanan pekerjaan dan terpaan gosip kejam dari kanan-kiri, meski ia
sudah merasa benar-benar putus asa.
Tekanan besar untuk menjaga citra diri sesempurna mungkin
ini pula yang bisa membuat selebriti umumnya enggan mencari pertolongan ketika
mengalami depresi atau masalah kesehatan jiwa lainnya. Mereka mungkin takut dan
cemas akan diekspos oleh tabloid dan orang-orang usil ketika ketahuan
mengunjungi psikolog. Akibatnya, keputusasaan ini akan terus menumpuk dan
“meracuni” jiwa sampai akhirnya ia tidak kuat lagi untuk membendungnya.
credited : hellosehat.com
Loading...
0 Response to "Kenapa Selebriti Lebih Rentan Depresi dan Bunuh Diri?"
Posting Komentar